Pilar Demokrasi

Undang-undang Pelayanan Publik

30
×

Undang-undang Pelayanan Publik

Sebarkan artikel ini

KBR68H, Jakarta – Pelayanan publik menjadi hak semua warga negara. Sekilas kalimat itu hanyalah sebuah impian di Indonesia. Bukanlah sebuah kisah yang menggembirakan. Sebut saja, pembuatan KTP, akte kelahiran, SIM, surat nikah yang masih jauh dari kata berkualitas. Apalagi memuaskan! Lahirnya UU No. 25 Tahun 2009 merupakan harapan baru yang muncul dalam usaha pembenahan pelayanan publik.

UU tersebut menjadi langkah pertama dalam memberikan jaminan pemenuhan hak dasar masyarakat untuk menikmati pelayanan publik. Menurut Pengurus Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Hendrik Rosdinar setelah empat tahun UU Pelayanan Publik bergulir belum sepenuhnya memberikan manfaat pada masyarakat. Peraturan Pemerintah tentang petunjuk teknis pelayanan publik yang sederhana belum maksimal tersosialisasi ke unit-unit lembaga pemerintahan. “Jadi, sejak disahkan, aspek kepatuhan unit pelayanan belum terlihat,” katanya.

Selain itu, UU Pelayanan Publik juga mengamanatkan penerbitan Peraturan Presiden terkait aturan teknis pengadaan unit pengaduan publik. Bagi masyarakat yang tak puas dengan pelayanan sebuah unit pemerintahan, bisa melaporkan ke unit tersebut. Namun prepres yang semestinya terbit enam bulan sejak UU Pelayanan Publik disahkan pada 2009, belum juga rampung. “Amanat UU Pelayanan Publik dalam bentuk perpres juga menyinggung soal mekanisme ganti rugi bagi warga yang dirugikan saat mengurus administrasi. Dengan begitu warga bisa langsung menuntut ganti rugi. Tapi ini belum dijalankan,” kata Hendrik.

Kritik lainnya yang disampaikan Hendrik tentang evaluasi empat tahun Undang-undang Pelayanan Publik adalah orientasi pelayanan publik yang bergeser dari pemenuhan hak warga negara. Sekarang, kata dia, ada relasi bisnis antara birokrasi dengan pengusaha untuk mencari keuntungan dari warga. Dia mencontohkan, pelayanan publik seperti Jamkesmas, Jamkesda, dan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Sejatinya dengan program-program tersebut rumah sakit memperbaiki fasilitas untuk warga penggunanya di kelas tiga, akan tetapi justru mempercantik kelas VIP. “Dengan cara ini, akan terlihat orientasinya, rumah sakit mencari keuntungan dari kalangan kelas menengah ke atas,” katanya.

Lainnya, dari hasil jajak pendapat yang dilakukan YAPPIKA kualitas petugas layanan di unit-unit pemerintah masih buruk. Ini menjadi masalah sumber daya manusia yang penting untuk ditinjau kembali oleh pemerintah. Selain kualitas, ketersediaan tenaga professional juga tak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya, rasio guru dan dokter yang tak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mira Sujono mengklaim sejak UU Pelayanan Publik disahkan, sudah ada sejumlah perbaikan di unit pemerintahan. Kata dia, perbaikan layanan publik melalui petunjuk teknis di unit-unit pemerintah terus dilakukan. Untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik, kata dia, bulan depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengeluarkan peraturan tentang unit pengaduan dan ganti rugi buat warga yang menghadapi persoalan dalam pelayanan publik. “Jadi nanti, dua unit ini akan disatukan. Karena satu sama lain, saling berkaitan. Soal ini sudah ada tanggapan positif dari sekretariat negara dan presiden,” katanya.

“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *