Nasional

PKS Tidak Bisa Seperti PKB di Era Gus Dur KBR68H

30
×

PKS Tidak Bisa Seperti PKB di Era Gus Dur KBR68H

Sebarkan artikel ini

Pada 29 Agustus nanti tepat sudah 8 tahun Nurcholish Madjid meninggal dunia. Salah satu pemikiran pria yang akrab disapa Cak Nur ini adalah pembedaan antara agama Islam dan partai politik Islam. Ia terkenal dengan slogan, “Islam Yes, Partai Islam No”.

Di lain sisi, selama 10 kali Indonesia menggelar Pemilihan Umum sejak proklamasi, partai Islam tak pernah absen. Apalagi sejak 1999, ketika partai boleh berasaskan selain Pancasila, partai-partai Islam tumbuh subur. Namun perolehan suara partai-partai Islam tak pernah bisa mengulang apa yang pernah dialami Partai Masyumi dan Nahdatul Ulama pada Pemilu 1955 dahulu.

Saat itu Masyumi memperoleh suara cukup besar, menjadi partai Islam terkuat yang memperoleh 20 persen suara. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai Islam terus menurun. Ini bisa dibuktikan dalam perolehan suara selama beberapa pemilu terakhir. Bahkan pada survey yang digelar Lingkaran Survei Indonesia pada Oktober tahun lalu, parpol Islam terancam tidak masuk lima besar pada Pemilu 2014.

Permasalahan Partai Islam
Tingginya suara partai Islam pada pemilu 1955 dinilai tidak semata karena alasan ideologis. Pengamat politik Alimun Hanif mengatakan, Masyumi ketika itu mendulang suara besar di daerah-daerah di luar Jawa. Menurutnya, itu merupakan bukti dari sentiment anti-Jawa yang ketika itu kuat. Orang di luar Jawa banyak menilai partai Nasional dan sekuler sebagai wakil elit-elit Jawa. “Sentimen Jawa non-Jawa pudar dan aspirasi daerah sudah disebarkan oleh partai-partai non-Muslim” ujar pengajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.

Selain itu, zaman sekarang masyarakat tidak lagi memandang ideologi. Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq menambahkan, suara partai Islam merosot terutama karena masyarakat semakin teliti memilih partai. Masyärakat cerdas dan akan menghukum partai dan memberi hadiah partai, entah partai itu pakai bismillah atau tidak” ujarnya.

Dengan kata lain, jika partai itu menyuarakan aspirasi rakyat, entah itu partai berdasarkan Islam atau tidak, masyarakat akan memilihnya. Menurutnya, partai Islam sekarang tidak bisa dibedakan dari partai lain karena program-programnya tidak beda jauh. Ia menambahkan, pemilu 2014 bisa menjadi kuburan partai Islam. Setidaknya satu partai Islam bisa gugur jika keadaan tidak berubah.

Langkah solusi partai Islam
Menghadapi jumlah suara yang tak kunjung membaik, partai-partai Islam mencari berbagai cara. Partai Keadilan Sejahtera pernah mencoba untuk mencitrakan diri sebagai partai Islam yang berlandaskan pacasila seperti yang dilakukan PKB. “Gus Dur mendorong partai Islam tapi berbasis pancasila, hasilnya ketika itu PKB bisa dapat suara. Gus Dur berhasil karena ia memang pluralis.

Tapi PKS tidak secara asali menunjukan pluralisme, malah cenderung kader PKS puritan. Kader PKS juga cenderung menolak pluralisme dan sekulerisme, itulah kenapa PKS tidak seperti PKB era Gus Dur” papar Alimun Hanafi. Akibatnya, partai-partai Islam mencoba mengeksploitasi simbol-simbol Islam. Namun, cara ini juga tidak efektif mendongkrak suara partai Islam.

Partai Islam dinilai perlu melakukan inovasi sesegera mungkin. Direktur Eksekutif Maarif Institute mengatakan, tanpa inovasi itu, partai Islam tidak akan mendapatkan suara yang jauh berbeda dari pemilu sebelumnya. “Partai Islam kalau mau maju mesti berubah secara radikal dengan menerima kritik” kata penggiat pluralism ini.

Pengamat politik Alimun Hanif mengatakan, berat menyandang beban sebagai partai Islam. Namun, menurutnya, kecenderungan penggunaan agama sebagai alat mobilisasi massa oleh elit merupakan hal lumrah.

Di Eropa fenomena ini juga terjadi dengan Kristen. Menurutnya, Partai Islam mesti berkompromi dalam praktek. “ kompromi politik adalah cara bagus untuk hindari kekerasan. Ikhwanul Muslimin di Mesir tolak kompromi” ungkapnya. Ia menyitir ketika presiden dari partai Islam Muhammad Mursi terguling di Mesir akibat menolak berkompromi. Menurutnya, Indonesia bsa jatuh seperti Mesir kalau kekuasaan politik dimaknai perintah ilahi untuk berkuasa tanpa kompromi. Meskipu begitu, Hanafi mengatakan naïf ketika menganggap partai Islam akan hilang dari perpolitikan Indonesia. Ini karena menjadi Islam adalah salah satu cara sejumlah masyarakat Indonesia mendefinisikan dirinya.

“Artikel ini disiarkan atas kerjasama Kupang Online dan KBR68h Simak siarannya di 89, 2 FM, setiap Rabu, pukul 20.00-21.00 WIB”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *