Karya Rahmad Nazir
Malam tak selalu membawa ketenangan, siang tak selamanya bergemuruh riuh. Namun, ketenangan dan kegaduhan tetap mewujudkan kenangan. Apa yang aku kejar?
Duniawikah?
Materialkah?
Wanitakah?
Popularitaskah?
Tahtahkah?
Ataukah setitik harapan untuk mengikuti kaidah ilimiah dari-Mu?
Jarak pandangku terlalu pendek untuk menganalisis objek di persimpangan jalan kehidupan
Kuda-kuda kakiku yang belum kokoh menyangga langit kebiruan.
Darah mudahku terus meletup-letup tak karuan, siap memanas-manasi ego sukmaku
Jari-jari lentik yang terus jenuh di atas mesin tik ini
Aku terus dikritik, aku juga dipuja, aku dihina namun juga disanjung
Akulah kamuflasi sang pecundang masa depan, bukankah hidup penuh rivalitas yang tak kenal ampun?
Semua orang dengan asa-nya masing-masing, lalu lalang bersama berisiknya kota ini dan dalam keheningan mistik pelosok-pelosok negeri.
Kejujuran tak berwarna di bumi, bening bersama telanjangnya para bidadari di sungai kegairahan
Lautan dusta mengepung pulau kehidupan manusia, siap menjadi tsunami moral kemanusiaan
Perebutan tahta adalah permainan darah kebengisan.
Apa yang aku cari?
Arogansiku terus membuat banyak harapan palsu pada jiwa-jiwa tak bernajis
Kepongahanku melejit hingga tak mampu kutakar dengan naraca apa pun
Hutang-piutang janjiku yang terus menua nan membukit
Kehormatan dan harga diri terus kugadaikan di pegadaian dunia
Hujan-hujan dosa terus merintik di tubuh yang terus berhijrah entah kemana
Rayuan “riya” bahkan “syirik” terus mengintai energi tauhid cintaku
Apa yang aku cari?… Aku ingin menemukan jawaban dibalik rintihan kenikmatan hidup ini. ***
Tanah Kraton, 17 Oktober 2015.