Scroll untuk baca artikel
OpiniPilar DemokrasiPolitik

Akademisi minta Pengadilan jaga Profesionalisme, Palu Hakim akan menentukan seseorang bersalah atau tidak

66
×

Akademisi minta Pengadilan jaga Profesionalisme, Palu Hakim akan menentukan seseorang bersalah atau tidak

Sebarkan artikel ini

TIMIKA, (torangbisa.com) –– Para tokoh Masyarakat, aktivis HAM, Tokoh Pemuda angkat suara karena dinilai janggal dan dipaksakan terkait Kasus yang mendera Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob.

Menyikapi hal itu, Plt. Ketua Umum DPP LSM Pijar Keadilan Demokrasi di Jakarta, Hironimus Taime, menjelaskan tentang sistem Trias Politika yang dianut Negara Indonesia.

Lewat rilisnya kepada, Minggu (05/03/2023), pensiunan PNS Mimika itu mengatakan, Trias Politika adalah Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Berikut ini panjang lebar penjelasannya tentang Legislatif dan fungsinya:

1. Legislatif, karena Legislatif adalah unsur langsung dari Rakyat yang memenuhi syarat dan kompetensi untuk dipilih Rakyat untuk bertugas menjadi Wakil Rakyat dalam 3 Fungsi, yaitu :
1.1. Legislasi (Legislator) atau Pembuat Undang-undang dan Peraturan Daerah yang berlaku.
2. Pengganggaran (Budgetting), yang menyusun anggaran bersama Eksekutif yang dibahas dan disahkan untuk digunakan pada 3 Pos Akuntansi Utama, yaitu :
2.1. Dana Rutin, yaitu dana untuk aparatur pemerintah baik administrasi dan perjalanan dinas.
2.2. Dana Pembangunan baik program fisik (Infrastruktur dan Pengadaan Barang dan Jasa) juga program non fisik (DIKLAT, Study Banding, Seminar, Workshop, ToT, dll)
2.3. Dana Cadangan (Saving) untuk bencana atau darurat juga buat kemitraan atau hibah kepada publik
3. Pengawasan (Controlling), dalam hal ini terhadap jalan atau tidaknya UU atau PERDA, juga pelaksanaan penyerapan anggaran yang sudah disahkan di dalam APBN dan APBD dan dana cadangan (Saving) maupun hibah kepada publik

Selanjutnya Hironimus yang juga Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Panca Marga itu, menjelaskan tentang Trias Politika bagian Eksekutif dan Yudikatif, yaitu:

2. Eksekutif, adalah pelaksana dari roda pemerintahan sehari-hari sesuai Hukum Tata Negara Indonesia yang berlaku, dan Kepala Pemerintahan Eksekutif adalah mitra yang dipilih atau disetujui oleh Wakil Rakyat.

3. Yudikatif, adalah muara Peradilan Hukum bagi dugaan pelanggaran dan pencari keadilan.

Tambahnya, dalam hal muara hukum bagi pencari keadilan, badan peradilan haruslah punya SDM yang profesional dan handal karena palu hakimlah yang menentukan seseorang bersalah atau tidak.

Dan yang menjadi sorotan dalam tulisannya adalah soal penerimaan perkara di Pengadilan Umum, bahwa :
1. Sebelumnya bagi Penerima dan Pencatat Perkara di Pengadilan harus SDM yang paham dan mampu mem-filter tentang :
1.1. Kedudukan Hukum dari Pelapor Perkara.
1.2. Alur (Flow) dan Wewenang (Authority) dari duduknya perkara yang didorong ke Pengadilan.
1.3. Respons terhadap perkara yang diajukan ke Pengadilan, dalam hal ini jika point 1.1 dan point 1.2 dianggap TEPAT maka, perkara yang diajukan DAPAT DITERIMA dan TERDAFTAR supaya dijadwalkan untuk disidang

Tetapi bila point 1.1 dan point 1.2 dianggap TIDAK TEPAT maka, perkara harus dikembalikan dan TIDAK BOLEH TERDAFTAR untuk disidang

Hironimus menegaskan, dalam hal ini pengadilan itu bukan tong atau bak sampah kasus hukum, melainkan institusi muara hukum yang berwibawa.

Dari gambaran ini Hironimus mempersilahkan pembaca untuk menarik pelajaran dalam kenyataan hidup masyarakat berbangsa dan bernegara.

“Apakah praktek wewenang dan prosedur serta alur proses hukum di Indonesia sudah baik, menuju Indonesia Millenium II, Tahun 1945 – 2045 (100 Tahun), untuk Zero Human Error and Good Government?” Tanya Hironimus Taime dari Jakarta, 5 Maret 2023, di akhir rilisnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *