TIMIKA, (torangbisa.com) – Mafia hukum yang dipertontonkan aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Timika benar-benar membuat publik gerah.
Dalam dua kasus yang berbeda, Kejati Papua menunjukan ketidakberpihakannya pada kebenaran hukum.
Kasus pertama, untuk menyelamatkan Jenny Usmany dari jeratan hukum, Kejati Papua menggunakan hasil audit Inspektorat Mimika yang menyatakan tidak ada kerugian keuangan negara dalam dugaan korupsi dana otsus Sentral Pendidikan Mimika. Padahal dalam kasus itu, hasil perhitungan BPKP kerugian negara mencapai Rp 1,6 miliar.
Kasus kedua, dalam kasus ini wajah Kejati Papua langsung berubah. Jika dalam kasus Jenny Usmany hasil BPKP tidak digunakan, malah dalam kasus kedua ini yang menjerat Plt Bupati Mimika Johannes Rettob, penyidik Kejati Papua dan Kejari Timika menggunakan hasil audit BPKP dimana terdapat hutang Asian One Air kepada Pemda Mimika sebesar Rp 21 miliar lebih.
Konyolnya lagi, demi menjerat JR dan SH, penyidik Kejaksaan tanpa rasa malu mengalihkan masalah perdata yakni wanprestasi menjadi pidana.
Direktur LBH Papua Tengah, Yosep Temorubun SH menegaskan, standar ganda yang diterapkan lembaga Kejaksaan menandakan BPKP hanya digunakan sebagai alat kepentingan.
“Kasihan BPKP hanya jadi alat, dipakai di sini tapi dibuang di sana, inikan mencoreng citra hukum dan bentuk penghinaan terhadap lembaga BPKP,” tegasnya.
Karenanya Yosep meminta semua pihak untuk terus mengkritisi kinerja Kejati Papua yang sudah sangat bobrok dimata publik.
“Tidak bisa dibiarkan, mereka itu harus dikontrol, diingatkan. Jadi saya minta Kejagung segera tindak penjahat-penjahat di Kejati Papua dan Kejari Mimika, aksi mereka membuat citra lembaga hukum benar-benar tercoreng,” tegasnya.(ted)