WAROPEN, (torangbisa.com) — Kabupaten Waropen darurat obat-obatan, semua ini karena ulah para pemimpin kita yang tidak memiliki hati untuk bangun daerah, ungkap Johan kepada media ini, Jumat malam (8/9/2023).
Hal tersebut ditegaskan Aktivis anti korupsi Johan Rumkorem bersama komunitas masyarakat waropen yang meminta kepada Jaksa Agung Republik Indonesia supaya memerintahkan bawaannya untuk menyelidiki kejahatan korupsi di waropen.
” Kami minta Kejari Yapen segera periksa Kepala Dinas Kesehatan Waropen, jangan hanya Negara memekerkan Waropen sebagai Kabupaten setelah itu lepas tangan, kasiang masyarakat waropen, mereka juga membutuhkan kesehatan, begitu kejamnya pemerintahan ini sampai tidak menyediakan obat-obatan, malah disuruh masyarakat sendiri belanja obat-obatan di apotik, kok sampai di apotik obat yang dianjurkan dokter tidak ada, terpaksa tinggal begitu saja, apakah Waropen itu bagian dari NKRI?, ” tandas Johan dengan kesal.
Johan menambahkan, akibat dari kejadian tersebut, kami langsung turun ke lapangan dan menanyakan kepada masyarakat Waropen, ternyata memang benar, mereka sendiri sampaikan bahwa lebih baik Aparat Penegak Hukum yang turun priksa Kepala Dinas kesehatan karena banyak pekerjaan fiktif, dan kami telusuri laporan masyarakat ternyata benar, ada kegiatan fiktif yang nilainya Rp 1.111.000.000 milyard, sumber dananya dari Otsus, bukan saja itu, ada kegiatan fiktif juga yang nilainya sangat fantastis, yaitu Rp 9 milyard, kami sudah laporkan ke Kejari Kepulauan yapen, laporannya dana otsus yang nilainya Rp 1.1 milyard, untuk itu, kami tegaskan kepada Kejaksaan Agung RI supaya langsung mengawasih laporan masyarakat yang sudah dilaporkan kepada Kejari Yapen, karena sejauh ini masyarakat sudah hampir tidak percaya Aparat Penegak Hukum kita ini
” Kami sudah sampaikan, tidak semuanya, ada oknum-oknum yang bekerja jujur membela merah putih, dan ada yang tidak bekerja jujur, mereka hanya memanfaatkan laporan masyarakat sebagai lahan saja, kami harus sampaikan ini, karena masyarakat sendiri yang menilai, ada pejabat yang suka makan bersama dengan Oknum-oknum APH kita, malah difasilitas transportasi dan penginapan, jadi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap APH di Papua sudah menurun, untuk itu, atas dasar UU NKRI, Bapak Presiden RI, Bapak Menkopulhkan dan Bapak Jaksa Agung RI tolong dengar keluhan anak bangsa yang ada di ujung timur Indonesia kabupaten waropen.
” Jangan hanya Gubernur, Bupati saja yang ditangkap untuk menaikan ekstabiltas institusi tapi oknum-oknum OPD kita ini juga harus dipidanakan, jangan memanfaatkan OPD di waropen sebagai ATM berjalan, ” tutur Johan.
Kami minta supaya Kejari Yapen harus serius, jangan oknum-oknum yang ada di kejaksaan memanfaatkan kondisi yang ada, faktanya, ada delapan orang teripdana di waropen yang sampai saat ini masih hirup udara segar dan lalu lalang di waropen, padahal putusan Mahkamh Agung sudah incrah, tapi kok malah dibiarakan saja, ini yang kami kawatirkan, jangan sampai ada setoran dari terpidana sehingga dibebaskan begitu saja.
Johan menegaskan pihaknya meminta supaya APH juga menjaga kestabilitas Negara kita, jangan ciptakan konflik di lapangan, saya kira Negara sudah mengucurkan dana trilyunan rupiah dari pusat ke daerah, tapi pejabat kita tidak kelola dengan baik, malah bekerja sama dengan oknum-oknum APH kita, APH juga harus kerja jujur, jangan manfaatkan pejabat daerah sebagai lahan, sehingga semua ini terjadi konflik, ”ungkapnya.
Johan menguraikan kronologi bentuk temuan Rp 1.1 milyard,
Berdasarkan Regulasi yang ada, RPMJD disahkan melalui Perda No 1 tahun 2022 Kabupaten Waropen bahwa Malaria sebagai Program unggulan sesuai dengan (Keputusan Bupati Waropen Nomor : 188.4/24/IV/2022).
Selain dari penyakit Malaria, ada juga penyakit TB dan Penyakit Hiv/Aids. Melalui hasil investigasi di lapangan ternyata obatan-obatan seperti Malaria, TB dan Hiv/aids itu gratis, tidak dibelanjakan, itu dikasih Cuma-Cuma, hanya saja dana yang di sediakan itu untuk kegiatan administrasi atau transportasi dan akomodasi untuk mengambilan obat-obatan yang sudah disediakan, bukan belanja obat-obatan, tapi Modus yang di pakai oleh Kepala Dinas kesehatan yaitu, membuat perencanaan dan penganggaran untuk kegiatan belanja obat-obatan seperti Malaria, TB dan Hiv/.
Ini tiga program yang direncanakan seperti; Program untuk Malaria sebesar Rp 879.020.000,00, Program untuk TB sebesar Rp 87.480.000,00 dan Program untuk Hiv/Aids sebesar Rp 144.500.000,00, jadi tola keseluruhan sebesar Rp 1.111.000.000 milyard.
Sesuai keterangan-keterangan yang di peroleh, apa yang direncanakan dan dianggarkan itu akal-akalan saja, karena obat-oabatan yang rencanakan itu gratis
Tapi faktanya, itu hanya permainnya kadis kesehatan seolah-olah ada belanja obat-obatan, ternyata apa yang direncanakan itu fiktif.
Setelah kegiatan tersebut direncanakan dan dianggarkan, dokumennya dilengkapi semua, lalu diajukan untuk penandatanganan pencairan dana, setelah dokumen pencairan dana ditandatangani, Kadis kesehatan langsung ke bank dengan mobilnya parkir di bank BPD waren, dan dananya diambil langsung tanpa sepengetahuan kabid-kabinya bahkan bendaharan pun demikian, dan dananya bukan untuk belanja obat-obatan seperti yang direncanakn tapi dipakai untuk kegiatan lainnya.
” Itu sebuah modus korupsi yang dimainkan oleh Kadis kesehatan, untuk itu kami minta Kejari Yapen segera panggil Kadis kesehatan beserta Bendaharanya untuk diberi keterangan terkait kegiatan fiktif ini, ” tegas Johan.